Rabu, 20 April 2016

ANALISIS BERITA KEMISKINAN

JAKARTA, KOMPAS.com - The number of poor people in Jakarta increased. It was announced by Jakarta Governor Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama plenary session when the submission of Report Description Accountability (LKPJ) 2014 budget.
In the data known that the number of poor people in the capital last month September 2014 there were 412 790 people, an increase of 4.09 percent. In fact, in 2013, the number of poor people in the capital just 371 700 inhabitants or 3.72 percent.
Then, what is the reason Basuki?
"The reason for the increase (the price of) fuel oil (BBM) and rising food prices. There was also a rise in inflation," said Basuki, after the plenary session, at the Parliament Building Jakarta, Monday (04/06/2015).In 2014 then, the inflation rate of 8.95 percent. This figure increased compared to inflation in 2013 and which amounted to 8.00 per cent. The increase in inflation, Basuki said, occurred because the policy of the central government raised fuel prices in November 2014 that led to the rise in prices of goods and services in total.
"In 2014, the central government also raise the basic electricity tariff (TDL). Policies to raise electricity and fuel prices pushed price increases in all sectors of the economy," said Basuki.
He predicted that the number of poor people in Jakarta will increase 2015. The reason is, people will adjust to figures decent living needs (KHL) Establishments 2014. Currently, the figure KHL Jakarta Rp 2.4 million.
In fact, Basuki predict the number of poor people in Jakarta, which reached nearly 20 percent, which means there are 20 percent or 2 million people with an income under $ 2.4 million. Therefore, the city government would build many popular market, flats, Jakarta Smart Card (KJP), health insurance with hospital facilities (RS) type D in every district, and others.
"We have obtained the data from the Central Statistics Agency (BPS). So, we know where the household income is under or over USD 2.4 million. We will can serve them to improve their lives in the 2015 budget," said Basuki.Author: Kurnia Sari AzizaEditor: Hindra Liauw
ANALYSIS: If you hear the word "capital of the State" with the thought in mind of overcrowding, traffic jams, and especially poverty. Poverty in jakarta melojak annually, in because of the narrowness of employment and employment opportunities are limited. Therefore, the number of unemployed people in jakarta.Jakarta Governor Basuki said every year Ahok poor people in Jakarta increased. In 2013, the number of poor people in the capital of 371 700 inhabitants, while in 2014 increased to 412 790. In fact, Basuki predict the number of poor people in Jakarta, which reached nearly 20 percent, which means there are 20 percent or 2 million people with an income under $ 2.4 million. Therefore, the city government would build many popular market, flats, Jakarta Smart Card (KJP), health insurance with hospital facilities (RS) type D in every district, and others.Jakarta Governor deregulation to tackle poverty by providing flats for the poor, the hospital's facilities and build a public market. The purpose of all that the prosperity of the community in Jakarta, although the impact is minimal but meaningful.



KEMISKINAN DAN KESENJANGAN



Kemiskinan Dan Kesenjangan
DI SUSUN OLEH:
                    NAMA            : SAMUEL P SILITONGA (26215361)
                                              NOVITASARI                  (25215144)
                                              RIMANDA SARI             (26215005)
KELAS           : 1EB23

SOFTSKILL

A.   Konsep dan Pengertian Kesenjangan
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
Kemiskinan secara konsep

a.       Kemiskinan subjektif, setiap orang mendasarkan pemikirannya sendiri dengan menyatakan bahwa kebutuhannya tidak terpenuhi secara cukup walaupun secara absolut ataupun relatif sebenarnya tidak tergolong miskin. Dengan kata lain individu melakukan perbandingan antara ”needsdan wants”.
b.      Kemiskinan absolut adalah seseorang (keluarga) yang memilik pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan minimum untuk memelihara kondisi fisiknya secara efisien.
c.       Konsep kemiskinan relatif berkaitan dengan konsep relativedeprivationatau posisi seseorang relatif terhadap anggota masyarakat lain sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan konsep ini berkaitan erat dengan ketimpangan pendapatan.

B.     Garis Kemiskinan
                Garis kemiskinan ini merupakan batas pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal kalori yang diperlukan tubuh untuk beraktivitas, ditambah dengan kebutuhan non makanan (perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transpor dan kebutuhan pokok lainnya). Karena data pendapatan tidak tersedia, maka dipakai pendekatan data konsumsi (pengeluaran).
Penggunaan garis kemiskinan ganda dapat membantu membedakan tingkat kemiskinan. Yang umum dipergunakan adalah garis kemiskinan relatif dan garis kemiskinan absolut.
1.      Garis kemiskinan relatif. Didefinisikan dalam hubungannya dengan distribusi pendapatan atau konsumsi secara keseluruhan dalam suatu negara, misal, garis kemiskinan ditetapkan pada 50% dari mean pendapatan atau konsumsi dari suatu negara.
2.      Garis kemiskinan absolut. Didasarkan pada standar absolut di mana suatu keluarga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Untuk pendekatan moneter, bisa dilakukan dengan mengukur harga untuk kebutuhan dasar akan pangan, yaitu harga dari beberapa nutrisi tertentu minimal yang diperlukan agar keluarga sehat. Untuk kasus negara sedang berkembang, garis absolut ini kemungkingan lebih relevan.
Konsep Definisi
Garis Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan.
Rumusan
GK = GKM+GKNM
GK = Garis Kemiskinan
GKM= Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Nonmakanan

Penyebab dan Dampak kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

  • penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
  • penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
  • penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
  • penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
  • penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Dampak dari Kemiskinan akan Menyebabka :
·         Pengangguran Bertumbuh Pesat
·         Kriminalitas Meningkat
·         Kesenjangan pendidikan
·         Biaya Kesehatan Tak tertanggulangi
·         Terjadinya Konflik
Pertumbuhan, Kesenjangan dan Kemiskinan.
Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi.Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin.Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s  dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga.
Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan. Dengan data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.                                                                                   
Hasil ini menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) è Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga kerja  dari desa atau produksi atau penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:
a.    Sebagian besar mendukung hipotesis tersebut, tapi sebagian lain menolak
b.   Hubungan positif pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s


Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
a. Indikator Kesenjangan

Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan
yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance.
Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga
alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada
selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang
sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian
pendapatan.

Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan Ide
dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio
gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut,
semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.Ketimpangan dikatakan sangat
tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai
koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan
ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama
oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group :
40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah,
dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk.
Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang
dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia,
tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40%
penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah
pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12%
sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok
tersebut menerima lebih besar 17 % dari jumlah pendapatan.
b. Indikator Kemiskinan

Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini
disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita
sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994).
Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari.
Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk
perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.

Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang
pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan
dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan
Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah
penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis
kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non
makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis
kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk
(1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty
: presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi
perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of
proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan
indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini
mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan
sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula sebagai
berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a

Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan
antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam
bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a adalah
presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua
orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa. Ketiga,
the severity of property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini
pada prinsipnya sama seperti IJK.


Faktor-faktor penyebab kemiskinan 
Kemiskinan terjadi tentunya pasti ada faktor-faktor penyebabnya. Dibawah ini ada 2 Faktor-faktor penyebab manusia, yaitu: 

a. Faktor-Faktor penyebab kemiskinan secara manusia: 

Adapun Faktor-Faktor penyebab kemiskinan secara manusia, yaitu: 
1.  Sikap dan pola pikir serta wawasan yang rendah, Malas berpikir dan bekerja,  
2.  Kurang keterampilan,  
3.  Pola hidup konsumtif,  
4.  Sikap apatis/egois/pesimis, 
5.  Rendah diri,  
6.  Adanya gep antara kaya dan miskin, 
7.  Belenggu adat dan kebiasaan,  
8.  Adanya teknologi baru yang hanya menguntungkan kaum tertentu (kaya),  
9.  Adanya perusakan lingkungan hidup,  
10.   Pendidikan rendah,  
11.  Populasi penduduk yang tinggi,  
12.  Pemborosan dan kurang menghargai waktu,  
13.   Kurang motivasi mengembangkan prestasi,  
14.  Kurang kerjasama,  
15.  Pengangguran dan sempitnya lapangan kerja,  
16.  Kesadaran politik dan hukum,  
17.  Tidak dapat memanfaatkan SDA dan SDM setempat, dan 
18.  Kurangnya tenaga terampil bertumpun  ke kota.  

Kebijakan Untuk Mengatasi Kemiskinan
Kebijakan lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.
World bank (1990) peprangan melawan kemiskinan melalui:
a)  Pertumbuhan ekonomi yang luas dan menciptakan lapangan kerja yang padat karya
b)  Pengembangan SDM
c)  Membuat jaringan pengaman social bagi penduduk miskin yang tidak mampu memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan mental, bencana, konflik social atau wilayah yang terisolasi

World bank (2000) memberikan resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:
a)  Pemberdayaan yaitu proses peningkatan kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses politik dan pengambilan keputusan tingkat local.
b)  Keamanan yaitu proteksi bagi orang miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan pengaman yang lebih komprehensif
c)  Kesempatan yaitu proses peningkatan akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.

ADB (1999) menyatakan ada 3 pilar untuk mengentaskan kemiskinan:
a)  Pertumbuhan berkelanjutan yang prokemiskinan
b)  Pengembangan social yang mencakup: pengembangan SDM, modal social, perbaikan status perempuan, dan perlindungan social
c)  Manajemen ekonomi makro dan pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
d)  Factor tambahan:
·      Pembersihan polusi udara dan air kota-kota besar
·      Reboisasi hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah

Strategi oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan:
a)  Jangka pendek yaitu membangun sector pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan
b)  Jangka menenga\h dan panjang mencakup:
·      Pembangunan dan penguatan sector swasta
·      Kerjasama regional
·      Manajemen APBN dan administrasi
·      Desentralisasi
·      Pendidikan dan kesehatan
·      Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
·      Pembagian tanah pertanian yang merata




Sumber :